Ziarah Budaya Bumi

Bumi telah menyediakan apa-apa yang menjadi kebutuhan penghuninya. Tuhan dengan sengaja menjadikan bumi dan penghuninya dibersamai oleh berbagai kecukupan. Bahkan manusia diciptakan dari unsur murni tanah yang menjadi pelapis bumi. Diolah dari saripati bumi yang di atasnya tumbuh purwa rupa kekayaan alam penyokong kebutuhan manusia. Tergambar jelas bahwa di bumi dihamparkan segalanya, dengan langit yang menurunkan air hujan lalu menumbuhkan buah-buahhan sebagai rejeki seperti yang dikatakan dalam QS. Al-Baqarah:22. Dengan kata lain, Bumi dengan segala isinya memang disediakan Tuhan untuk mencukupi segala kebutuhan penghuninya, termasuk manusia. 

Penegasan dalam filosofi jawa kita tahu bahwa ada terminologi "sandang, pangan lan papan" yang seharusnya menjadi piranti dalam menuju satu visi kemaslahatan. Visi ini tidak harus dipertegas dengan rangkaian dalil tertentu, karena secara alamiah manusia ingin merasa tenang dan tercukupi segala kebutuhannya. 

Hal ini cukup menjadi dasar bagi kita mengapa kemasalahatan itu menjadi penting? dan apa kaitannya dengan bumi beserta rangkaian kehidupannya? Segala yang nampak di muka bumi secara teologis memang menjadi tanda dariNya, tetapi dalam aspek kamanungsan, bumi dengan ragam isinya di samping sebagai penyedia kebutuhan, juga sebagai tempat berpijak yang harus dirawat, dijaga, tanpa eksploitasi yang berlebih dan merusak. 

Mengapa kerap terjadi gempa dan banjir? jika jawabannya adalah pergeseran lempengan bumi, maka apa yang mendasari adanya pergeseran? ketika di gunung tak lagi tampak hijau meraya pepohonan, tambang minyak, batu bara, nikel, pasir dan bebatuan yang tak lagi terang prospeknya, atau lahan produktif yang kian ditumbuhi bangunan-bangunan tinggi menjulang, maka wajarkah jika lempeng bumi itu bergeser? atau banjir melanda karena aliran air yang sudah tidak lagi menemukan selokannya, longsor karena pepohonan yang menopang kian ringkas? 

Sumber Gambar: Pixabay/Ignartonosbg

Diciptakan gunung di atas bumi dengan tujuan agar tidak bergeser, dan diciptakannya aliran sungai dan jalan-jalan agar kita mendapat petunjuk dan arah dariNya seperti yang tertulis dalam QS. An-Nahl: 15. Oleh karena itu, menjaga bumi adalah satu kewajiban bagi manusia, karena bumi juga memiliki kebudayaan dan suluknya. 

Budaya bumi yang tampak adalah ketika banyak tanaman yang tumbuh tanpa ditanam, pepohonan dan rerumputan tumbuh membersamai padi, jagung dan tanaman yang lain, kemudian memuai bersama menjadi pupuk. Dalam kondisi yang lain, gunung menyediakan lahan yang tinggi dengan keasaman tanah yang beragam sehingga mempengaruhi apa saja yang ditanam di atasnya, gunung juga menyediakan pasir dan muntahan lahar yang memberikan kesuburan, begitu juga sungai dan laut, ia menyediakan ekosistem yang memiliki manfaat bagi sekitarnya.  Sirkulasi yang selalu berjalan dengan alamiah diawali dariNya dan akan kembali juga kepada-Nya. 

Tanah mengolah segalanya dengan rangkaian proses alamiah yang seyogyanya demikian adanya. Rekonstruksi dan pembangunan adalah bagian dari prinsip manusia, bukan berarti tidak boleh melakukan apapun, akan tetapi perlu kiranya untuk mengantisipasi dampak, memikirkan akibat dari ragam pilihan manusia atas alam. 

Jika menggunakan pendekatan konsep "sandang, pangan lan papan" maka penegasan terhadap kemanfaatan sosial dan kemanfaatan alam itu perlu dijaga, karena 'sandang' berarti fasilitas, hal ini bisa bersifat publik atau individu, yang jelas memikirkan akibat dari sebuah kontruksi itu hukumnya fardu 'ain. Ketika ada sumber mata air dan mengaliri lahan di sekitarnya, tentu mengandung kemaslahatan bagi semua. Kontruksi pengelolaan airnya adalah bagian dari ide kreatif manusia, tidak bisa dipungkiri, tetapi juga perlu adanya kontrol antisipatif. 

Berbagai dasar penguatan tradisi juga perlu dijaga, seperti sedekah bumi, slametan, dan lain sebagainya. Ketika fasilitas publik ini terjaga, terpenuhi kemanfataannya, maka akan mempengaruhi manusia untuk menuju aspek yang lain; pangan. 'Pangan'' memiliki makna konsumtif, manusia tentu demikian. Dalam memenuhi kebutuhan, manusia pasti mengkonsumsi apapun, baik yang bersifat lahiriah atau batiniyah, baik yang bersifat kelezatan atau kesenangan. 

Hal itu sudah lumrah terjadi, karena memang dari sananya demikian. Tetapi bagaimana dengan kontrol dirinya? ketika memenuhi aspek 'pangan' ini tidak sedikit yang justru mengeksploitasi alamnya, pemikirannya, kondisi sosialnya, sehingga kebudayaannya tercerabut dari akar kemanusiaan itu sendiri. Sikap adigang adiguna akan nampak arogan dan congkak, berebut benar dan saling meniadakan. Apakah konteks 'pangan' dipahami hanya sebagai ruang konsumtif dan akar masalah perut saja? jawabannya ada di dalam relung kesadaran kita toh?

Lantas bagaimana dengan kemapanan berkebudayaan itu sendiri, jika ruang kesadaran dan fasilitas publiknya sama sekali tak terpenuhi? bahkan masih dirasa kurang pas saja. Aspek 'papan' yang memiliki kedekatan pada tempat bersandar atau tempat tinggal, adalah sebuah ketahanan atau lumbung peradaban. Menjaga bumi adalah menjaga papan itu sendiri, merawa bumi juga demikian maknanya, tergantung pada bagaimana mengatur kehendak diri agar papan ini tidak retak, tidak goyah bahkan hancur sekalipun. Karena yang diperebutkan dan dikontesasikan adalah persoalan kebenaran yang sifatnya perpestif. Menjaga bumi adalah sebentuk kesadaran yang tidak menguap di atas podium-podium atau sambutan-sambutan, bahkan menjadi lapis luar dari kebudayaan manusia itu sendiri. 

Jagalah bumimu, seakan-akan ia adalah ibumu, kira-kira demikian  isi dari pesan Nabi, yang mana dari rahimnyalah kita dilahirnya, begitu juga tercukupi segala kebutuhan. Karena seyogyanya hidup tentu bersama dengan kebutuhan dan kecukupannya. Dan perlu digaris bawahi bahwa kebudayaan itu bukan hanya bersifat tampak dan meriah, melainkan cara berfikir, kepekaan sosial, kepedulian dan lain sebagainya. 

Di mana kesemua itu akan menjadi lumbung peradaban yang menjanjikan kemaslahatan bagi semua. Islam akan tampak di segala ruang, dengan pemahaman memberi kedamaian. Islam menjadi satu gerak dinamis keselamatan bagi siapapun, menjadi gerak persuasif untuk menjaga bumi, memahami budaya bumi, memanfaatkan tanpa merusak dan merugikan siapapun saja. 

Sehingga konsep "sandang, pangan lan papan" menjadi satu kesatuan dalam mendigdayakan peradaban, menjaga bumi, menjaga tempat berpijak. Karena semakin kokoh pijakannya maka semakin kuat mentalnya. Desa adalah salah satu pijakan peradaban itu, dengan kampung sebagai akar komunitas yang turut serta dalam mengilhami makna dasar dari sebuah kebudayaan yang berupa menjaga bumi, budaya bumi adalah budaya menumbuhkan dan melahirkan, menjaganya adalah jalan untuk memandang sebuah kelahiran baru, di mana setiap kelahiran membawa kemanfaatan dan keberkahan. Karena setiap apa yang lahir berarti diciptakan, dan terang bahwa apapun yang diciptakan olehNya tidak mengandung kerugian dan ketidak manfaatan. 

Oleh karena itu, menyadari budaya bumi berarti menyadari sikap syukur kepada Tuhan. Menyadari budaya bumi berarti menjaga diri dari keserakahan, menyadari budaya bumi berarti menjaga kewarasan sebagai manusia, sehingga menjadi manusia yang manusiawi, karena kerusakan di muka bumi ini tidak lain adalah disebabkan oleh manusia itu sendiri. Semoga kita di antara mereka yang turut menjaga bumi dan menjaga peradaban ini.[]

Komentar