Walang Kekek Egoisme

Penyetan

Mendidik dan membina ada dua kata yang hampir memiliki makna sama.  Sama-sama mentransformasikan nilai.  Sama-sama membangun dan mengembangkan.  Bedanya hanya pada kepeduliannya.  

Anda sebagai manusia akan bersikap peduli pada anak, pasangan,  orang tua dan sahabat tanpa ada teks aturannya.  Tapi sama sekali abai saat melihat orang yang tidak di dalam lingkarang kita sedang kesusahan,  paling banter ya hanya simpati-simpati manise lambe.  

Mendidik adalah proses merealisasikan kepedulian dengan syarat ada teks aturannya,  konsep,  metodologi dan tetekbengek lainnya.  

Sedangkan membina adalah ketulusan murni yang secara naluriah muncul dari dalam hati.  Posisinya mengungguli empati dan simpati sekalipun. Ikhlas muaranya.  

Wong perkara satu tambah satu saja jawabannya akan sangat beragam.  Anda menjawab dua benar,  anda menjawab bukan tiga atau bukan seratus juga benar.  Satu perintah kadang interpretasi jawabannya beragam dan tidak salah juga.  Karena semua memiliki daya dan budi dalam memahaminya.  

Dalam mendidik,  anda mengarahkan seseorang untuk bersikap benar.  Sedangkan membina,  mengarahkan seseorang untuk bersikap tepat,  karena benar belum tentu pener,  benar belum tentu pas,  benar belum tentu selaras.  

Inilah yang perlu dipadukan dalam pendidikan.  Jangan sampai niat mulia mendidik akan rusak hanya karena walang kekek egoisme dan eksistensi saja.  "Kalau bukan saya yang mendidik,  tidak mungkin dia jadi ini dan itu." ungkapan semacam ini kerap muncul karena ada perasaan untuk menonjolkan eksistensi diri,  tapi dengan merendahkan orang lain. 

Lantas bagiamana memaknai pendidikan sebenarnya?  Kita perlu merenungkan dan mengambil jarak lalu melihat dari luar,  apa sebenarnya tujuan dari pendidikan?  Membangun mentalkah?  Atau sekedar membangun branding personal saja?  

Posting Komentar

0 Komentar