Kondisi manusia sangatlah fluktuatif, mudah berubah, ini wajar karena memang manusia sifatnya adalah dinamis. Kadang senang, kadang juga bahagia, kadang sedih, susah dan seterusnya.
Yang dicari oleh kita adalah kebahagiaan, ketengan.
Umat beragama tentu paham bagaimana kondisi yang seharusnya dipilih dan
dilakukan. Sehingga, kita tahu dan bisa memetakan kondisi kita.
Tuhan Memerintahkan kita mengabdi dan beribadah
kepadNya. Berserah diri atas segala hal yang terjadi, berusaha namun tetap
memasrahkannya kepada Tuhan.
Hal ini yang nantinya akan memengaruhi ketengan jiwa
di dalam hidup. Ini menjadi salah satu upaya dan usaha manusia untuk mencapai
tahap ketenangan itu.
Dari berbagai sumber dijelaskan bahwa di dalam Surat
Ar-Rad 28 dijelaskan bahwa;
الَّذِيْنَ
اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ
تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ
“Adalah
mereka yang beriman yang dengan berdikir kepada Allah mereka menjadi tenang
hatinya. Ingatlah bahwa dengan mengingat Allah makan akan menentramkan hati”
Jika
melihat ayat di atas maka maksud dari mengingat bukanlah hanya sebatan
mengulang ingatan kita, tetapi mengadakan Allah di dalam setiap kondisi kita,
hal itulah yang akan menjadi lantaran hati kita tenang dan bahagia. Turunanya
bisa bersyukur dan lain sebagainya.
Itulah
maksud dari Surat Ar-Rad ayat 28, bahwa ketenangan itu diciptakan bukan
dinantikan.[]
Ketika
ketenangan itu sudah terkunci di dalam diri maka
yang muncul adalah aktualisasi nilai dari ketenangan itu. Apa bentuknya?
Bentuknya adalah kebajikan. Ketika menanam kebaikan maka yang tumbuh adalah
kebaikan.
Proses
menentukan apa yang akan ditanam di taman kehidupan ini adalah proses mencari
ketenangan, jika di dalam Surat Ar Rad ayat 28 dikatakan bahwa dengan mengingat
Tuhan kita akan menjadi tenang hatinya.
Maka
wajar jika dengan ketenangan itu nilai yang muncul dan keluar adalah
kebahagiaan, dan out-putnya adalah kebaikan kepada siapapun.
Sebagai
manusia yang beriman, kita tentu akan selalu berbuat baik kepada siapapun. Hal
ini bukan karena mengharap imbalan, tetapi energi dari keimanan itulah yang
membuat kita menjadi pribadi yang melakukan kebaikan kepada siapapun.
Ibarat
menanam padi yang tumbuh tidak hanya padi, tetapi rumput secara alami akan
membersamai. Maka begitu juga dengan kebaikan, ia akan diiringi oleh berbagai
kondisi yang bisa membatalkan kebaikan itu.
Tetapi
karena landasan iman yang kuat, maka kebaikan itu akan mengalir begitu saja,
tanpa ada rasa untuk menyerah dalam melakukan kebaikan.
Karena
di dalam Surat Ar Rad ayat 29 dikatakan bahwa;
اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا
وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ طُوْبٰى لَهُمْ وَحُسْنُ مَاٰبٍ
Bahwa orang yang beriman dan melakukan kebaikan,
maka ia akan mendapatkan kebaikan dan tempat kembali yang baik.
Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan telah memberikan
satu kondisi semangat kepada manusia agar ia melakukan kebaikan kepada siapapun
dengan iringan keimanan yang kuat kepada Tuhan.
Dengan begitu ketika seseorang mengingat
Tuhannya, maka energi keimanan yang berupa
kebaikan kepada siapapun akan terpancar darinya.
Itulah maksud dari surat Ar Rad ayat 29, yang
mana kontekstualisasinya adalah ketika ada seseorang yang bersikap atau
memiliki peringai yang tidak baik, maka hal yang perlu kita ingat adalah
kebesaran Tuhan menciptakan orang seperti itu, sehingga bukan menghakimi tetapi
tetap memandang manusia lain sebagai ciptaan Tuhan tanpa merendahkan atau
mengkultuskan.
Setiap
manusia tentu memiliki tujuan dan misi di
dalam hidupnya. Dari yang menjadi buruh, tukang sapu, tukang becak, pemiliki
toko klontong, guru, politisi, dan lain sebagainya. Ini hal yang wajar, karena
manusia lahir dengan ragam pemikiran dan ide yang luar biasa.
Ide
dan pemikiran inilah yang membuatnya lebih unggul dari mahluk-mahluk yang lain.
Bahkan saking sengit dan irinya setan, sampai-sampai berusaha mengelabuhi
manusia dan membuatnya menjadi sangat rendah.
Ada
satu pesan ibarah yang mengatakn bahwa jika manusia itu baik, maka kebaikannya
akan melebihi malaikat, tetapi sebaliknya jika manusia itu berbuat keburukan
maka keburukannya akan melebihi keburukan setan.
Karenanya, ide dan pikiran manusia itulah yang
menjadikannya memiliki tujuan dan visi dalam hidupnya. Tetapi perlu diingat,
Allah menciptakan manusia dengan kemampuan yang berbeda-beda.
Bahkan
perihal perubahan nasib saja, ia tidak akan dirubah nasibnya oleh Tuhan sebelum
ia berusaha mengubahnya sendiri.
Dari
sini dapat kita lihat bahwa perjalanan hidup manusia akan selalu pada jalurnya,
bahkan jalur itu masing-masing memiliki ciri dan karakteristiknya.
Tidak
jarang sama sekali tak bertemu, tetapi kadang bersamaan. Oleh sebab itu tidak
bisa juga memaksakan diri untuk berjalan di area yang bukan jalurnya, karena
bisa bertabrakan dan kecelakaan.
Hal
ini sejalan dengan surat Yasin ayat 40 yang mengatakan bahwa;
لَا الشَّمْسُ
يَنْۢبَغِيْ لَهَآ اَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا الَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ
ۗوَكُلٌّ فِيْ فَلَكٍ يَّسْبَحُوْنَ
Tidaklah mungkin bagi matahari akan bertemu
dengan rembulan, seperti halnya tidak akan mungkin malam mendahului siangnya,
karena masing-masing beredar pada porosnya.
Secara kontekstual, tujuan manusia terkadang sama tetapi jalan untuk mencapainya itu berbeda, sama halnya dengan GPS yang menunjukan banyak rute tercepat, tergantung kita memilih yang mana dan sesuai dengan kendaraan atau daya dukung perjalanan kita.
Rizki
atau rezeki merupakan konsep
penting dalam Islam. Rizki sendiri dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
diberikan Allah SWT kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik itu
berupa harta, ilmu, kecerdasan, keberuntungan, kesehatan, dan lain-lain.
Dalam
Al-Quran, Allah SWT banyak menyebutkan tentang rizki. Salah satu ayat yang
terkenal tentang rizki adalah ayat Al-Quran yang berbunyi:
وَفِي السَّمَاءِ رِزْقُكُمْ وَمَا تُوعَدُونَ
"Dan
di langit ada rizki kamu dan apa yang dijanjikan kepadamu." (QS
Adz-Dzariyat: 22)
Artinya,
Allah SWT telah menjamin rizki bagi manusia, baik itu yang ada di langit maupun
di bumi. Manusia hanya perlu berusaha dan bertawakkal kepada Allah SWT.
Namun
demikian, manusia tidak boleh terlalu bergantung pada rizki semata. Karena
rizki hanyalah sarana, sedangkan Tujuan sebenarnya adalah untuk mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Oleh
karena itu, manusia harus mempergunakan rizki tersebut dengan baik dan benar,
serta selalu bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat-Nya. Hal ini sejalan
dengan apa yang disampaikan dalam Al-Quran Surat Sad ayat 54;
اِنَّ هٰذَا لَرِزْقُنَا مَا لَه مِنْ نَّفَادٍۚ
“Dan
inilah sesungguhnya Rizki dari Kami yang tidak akan ada habis-habisnya.” (QS
As-Sad: 54)
Dalam
Islam, ada beberapa tata cara untuk memperoleh rizki yang halal, di antaranya
adalah dengan bekerja, berdagang, investasi, dan lain-lain. Namun, dalam
melakukan usaha tersebut, manusia harus tetap mengedepankan prinsip-prinsip
kemanusiaan dengan berlandaskan Islam, seperti tidak melakukan riba, tidak
merugikan orang lain, dan lain-lain.
Dalam
hal ini, manusia perlu memahami bahwa rizki bukanlah semata-mata berasal dari
usaha dan kerja keras, tetapi juga merupakan karunia Allah SWT.
Oleh
karena itu, manusia perlu selalu mengingat Allah SWT, memohon pertolongan dan
berdoa kepada-Nya dalam setiap aktivitasnya, serta berusaha untuk meraih
ridha-Nya.
Dengan
begitu, rizki yang diperoleh akan menjadi berkah dan membawa kebahagiaan dunia
dan akhirat. Langkah Selanjutnya adalah mensyukuri nikmat dan rizki dari Allah.
Mensyukuri
rizki adalah tindakan penting bagi setiap orang yang memperoleh nikmat dan
karunia Allah SWT. Dalam Islam, mensyukuri rizki bukanlah hanya sekedar
mengucapkan terima kasih, namun juga berupa tindakan yang dilakukan dengan hati
yang bersih dan tulus serta diikuti dengan perbuatan yang baik.
Ada
beberapa hal yang bisa dilakukan dalam bersyukur kepada Allah di antaranya
adalah;
Mempergunakan
rizki dengan baik
Mensyukuri
rizki dapat dilakukan dengan mempergunakan harta yang dimiliki dengan cara yang
baik dan benar, seperti bersedekah, membantu orang yang membutuhkan, dan
melakukan amal kebajikan lainnya. Dengan demikian, harta yang dimiliki dapat
menjadi lebih berkah dan membawa kebaikan bagi diri sendiri maupun orang lain.
Berdoa
dan berzikir
Berdoa
dan berzikir kepada Allah SWT merupakan cara yang efektif untuk mensyukuri
rizki yang telah diberikan. Dalam doa, kita dapat memohon kepada Allah SWT agar
rizki yang diberikan senantiasa bertambah dan diberkahi serta dijauhkan dari
segala yang tidak baik.
Menghindari
perilaku boros dan maksiat
Mensyukuri
rizki juga dapat dilakukan dengan menghindari perilaku boros dan maksiat yang
dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Sebaliknya, kita harus
senantiasa mengedepankan sikap hemat, rendah hati, dan tidak sombong.
Bersyukur
dengan hati yang tulus
Bersyukur
dengan hati yang tulus adalah tindakan yang sangat penting dalam mensyukuri
rizki. Kita harus senantiasa menyadari bahwa segala nikmat yang kita peroleh
berasal dari Allah SWT, dan mempergunakan nikmat tersebut dengan cara yang baik
dan benar.
Melakukan
hal-hal kecil yang bermanfaat
Tidak
hanya melakukan amal besar, melainkan juga melakukan hal-hal kecil yang
bermanfaat untuk orang lain seperti membantu membersihkan lingkungan, membantu
menjaga keamanan di lingkungan sekitar, dan lain-lain. Tindakan kecil ini, jika
dilakukan dengan ikhlas, dapat menjadi bentuk syukur kepada Allah SWT atas
karunia-Nya.
Dengan melakukan hal-hal di atas secara konsisten, kita dapat menjalankan tugas kita sebagai hamba Allah SWT yang selalu mensyukuri rizki-Nya dengan tulus dan ikhlas.[]
Melatih
kejujuran itu penting, walaupun sulit.
Karena kejujuran itu ibarat rasa pahitpun harus dikatakan, sekalipun itu di
depan orang terkasih. Lebih-lebih di depan Allah.
Ada
pelajaran tentang kejujuran dan menjaga hubungan keluarga melalui apa yang
disampaikan di dalam Surat Yusuf ayat 28. Yang mana berbunyi;
فَلَمَّا رَاٰى قَمِيْصَه قُدَّ مِنْ دُبُرٍ قَالَ
اِنَّه مِنْ كَيْدِكُنَّ اِنَّ كَيْدَكُنَّ عَظِيْمٌ
Artinya:
“Maka ketika dia (suami perempuan itu) melihat baju gamisnya (Yusuf) koyak di
bagian belakang, dia berkata, “Sesungguhnya ini adalah tipu dayamu. Tipu dayamu
benar-benar hebat.”
Surat
Yusuf ayat 28 menceritakan tentang bagaimana istri Potifar mencoba menggoda
Yusuf, yang merupakan budak yang dipekerjakan di rumah suaminya, Potifar.
Namun, Yusuf menolak godaan tersebut dan memilih untuk setia kepada Allah.
Dalam
ayat ini, istri Potifar mencoba menggoda Yusuf dengan meminta agar ia melakukan
zina dengannya. Namun, ketika Yusuf menolaknya, istri Potifar merobek bajunya
sebagai bukti bahwa ia telah menolaknya. Dalam ayat tersebut, istri Potifar
mengatakan bahwa "tipu dayamu benar-benar hebat," merujuk pada
kecerdikan Yusuf dalam menolak godaan tersebut.
Ayat
ini mengandung beberapa pelajaran penting bagi umat Muslim. Pertama, ia
menunjukkan betapa pentingnya setia kepada Allah dan menolak godaan-godaan yang
datang dalam hidup kita. Kedua, ia mengajarkan tentang kepercayaan diri dalam
mempertahankan keyakinan kita, bahkan ketika orang lain mencoba untuk merayu
atau mempengaruhi kita.
Ketiga,
ayat ini menunjukkan betapa pentingnya kejujuran dan integritas dalam hidup
kita. Yusuf memilih untuk tetap jujur dan setia, bahkan ketika hal itu dapat
merugikan dirinya. Kita harus mengambil contoh dari keberanian dan keteguhan
hati Yusuf dalam menghadapi godaan dan ujian hidup.
Dalam
akhirnya, kita dapat belajar dari kisah Yusuf tentang bagaimana Allah selalu
membantu dan melindungi hamba-Nya yang setia dan tulus hati. Dalam Surat Yusuf
Ayat 28, kita melihat bagaimana kesetiaan Yusuf kepada Allah membawanya menuju
kemenangan akhir yang gemilang, dan bagaimana kepercayaan dan keteguhan hatinya
membawanya melalui masa-masa sulit dan penuh ujian dalam hidupnya.
Dalam
kesimpulannya, ayat QS Yusuf ayat 28 memberikan banyak pelajaran tentang
pentingnya jujur dan tidak berbohong, menjaga hubungan keluarga, serta
ketabahan dan kesabaran dalam menghadapi cobaan hidup. Kisah Nabi Yusuf AS juga
dapat menjadi sumber inspirasi bagi kita dalam menghadapi berbagai masalah dan
rintangan dalam hidup.[]
Surat
At Tahrim ayat ke 8 merupakan ayat yang
memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk bertaubat dengan taubat
yang semurni-murninya kepada Allah. Ayat ini memiliki makna yang mendalam dan
mengandung pelajaran yang sangat penting bagi setiap orang yang ingin
mendekatkan diri kepada Allah.
Berikut
adalah kalimat pada Surat At Tahrim ayat ke 8;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا تُوْبُوْٓا اِلَى
اللّٰهِ تَوْبَةً نَّصُوْحًاۗ عَسٰى رَبُّكُمْ اَنْ يُّكَفِّرَ عَنْكُمْ
سَيِّاٰتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۙ
يَوْمَ لَا يُخْزِى اللّٰهُ النَّبِيَّ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَعَهٗۚ
نُوْرُهُمْ يَسْعٰى بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَبِاَيْمَانِهِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَآ
اَتْمِمْ لَنَا نُوْرَنَا وَاغْفِرْ لَنَاۚ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
"Wahai
orang-orang yang beriman! Bertobatlah kepada Allah dengan tobat yang
semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu
dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orang-orang yang beriman
bersama dengannya; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah
kanan mereka, sambil mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami
cahaya kami dan ampunilah kami; Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala
sesuatu"
Ayat
ini dimulai dengan panggilan kepada orang-orang yang beriman, yang menunjukkan
bahwa pesan yang disampaikan dalam ayat ini hanya ditujukan kepada mereka yang
telah mempercayai kebenaran Islam dan telah berusaha untuk mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam panggilan tersebut, Allah memerintahkan
orang-orang yang beriman untuk bertaubat kepada-Nya dengan taubat yang
semurni-murninya.
Taubat
yang dimaksud di dalam ayat ini bukanlah taubat yang sebatas mengakui kesalahan
tanpa adanya perubahan perilaku. Taubat yang semurni-murninya adalah taubat
yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, dengan penuh penyesalan, dan dengan
tekad yang kuat untuk tidak mengulangi perbuatan yang salah di masa depan.
Taubat yang seperti itu akan diterima oleh Allah, dan Dia akan mengampuni
kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan.
Allah
memberikan janji yang indah kepada orang-orang yang bertaubat dengan taubat
yang semurni-murninya, yaitu bahwa Dia akan menghapus kesalahan-kesalahan
mereka dan memasukkan mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai. Janji ini menunjukkan betapa besar rahmat Allah kepada hamba-Nya
yang bertaubat dengan sungguh-sungguh. Meskipun telah melakukan kesalahan,
Allah masih memberikan kesempatan bagi hamba-Nya untuk kembali kepada-Nya dan
memperoleh pengampunan-Nya.
Selain
itu, ayat ini juga menggambarkan bagaimana keadaan orang-orang yang beriman di
hari kiamat. Mereka akan diberikan cahaya yang terang di hadapan dan di sebelah
kanan mereka, dan mereka akan berdoa kepada Allah untuk memperbaiki cahaya
mereka dan memohon ampunan. Ini menunjukkan bahwa orang-orang yang bertaqwa
akan diberikan kehormatan dan kemuliaan di akhirat.
Dalam
kesimpulannya, Surat At Tahrim ayat ke 8 adalah sebuah pesan dari Allah kepada
orang-orang yang beriman untuk bertaubat dengan taubat yang semurni-murninya
kepada-Nya. Taubat yang seperti itu akan diterima oleh Allah, dan Dia akan
memberikan pengampunan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Ayat ini juga
menggambarkan bagaimana keadaan orang-orang yang beriman di hari kiamat, yang
akan diberikan kehormatan dan kemuliaan di hadapan Allah. Oleh karena itu, kita
sebagai umat Muslim hendaknya selalu berusaha untuk memperbaiki diri dan
mengikuti perintah Allah dalam setiap aspek kehidupan kita.[]
0 Komentar